Minggu, 29 Mei 2011

Larangan Membuat Tato, Mencukur Alis Dan Merenggangkan Gigi



Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau. 

Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836

Minggu, 22 Mei 2011

Bersyukur



AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI, OLEH KARENA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN.

Kata-Kata Di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama :

Kehidupan Yang Berarti


Berapa umur anda saat ini?
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama anda telah melalui kehidupan anda?
Berapa lama lagi sisa waktu anda untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktu untuk kita bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai pelajar, sebagai seorang profesional, dll.

Jumat, 20 Mei 2011

Sifat Kasih Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

Dalam suatu khutbahnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. telah menyeru supaya manusia berbuat baik antara satu sama lain terutama terhadap anak-anak yatim, janda-janda juga terhadap binatang.

    Pada suatu hari ketika baginda berjalan pulang ke rumahnya, lalu dilihat seekor kucing sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakainya. Sikap baginda yang cintakan binatang membuatkan baginda menggunting bahagian jubah yang selebihnya untuk di pakai. Dengan itu kucing-kucing tersebut tidak terganggu.

    Suatu ketika yang lain pula sedang baginda berjalan-jalan disuatu lorong di bandar, tiba-tiba baginda terpandang seekor unta sedang berlari dengan lajunya. Orang ramai bertempiaran lari untuk mengelakkan diri dari dilanggar unta itu. Tetapi anehnya bila unta itu sampai kepada Rasulullah ia menjadi jinak, lalu ia dipeluk oleh baginda. Sejurus kemudian tuan unta itu datang dengan dengan tercungap-cungap sambil mengucapkan terima kasih kepadanya.

    Rasulullah tahu apa yang menyebabkan unta itu lari dari tuanya. Baginda berkata: "Kenapa engkau tidak memberikan makanan yang cukup untuk unta ini? Ia mengadu lapar kepadaku. Kalau engkau dapat menjaganya dengan baik ia tidak akan lari." Orang itu sangat terkejut mendengar kata-kata Rasulullah, dia tidak menyangka bahawa unta itu boleh mengadu kepada Rasulullah dan baginda memahami bahasa binatang itu. Lantas ia mengaku kesalahannya itu.

    Sejak itu ia sadar bahawa unta itu bukanlah semata-mata sebagai hambanya saja bahkan harus dijaga dengan baik dan sempurna.

Kamis, 19 Mei 2011

Kesejahteraan Hidup Boleh Dicari, Asalkan...

Seorang arif melihat setan dalam keadaan telanjang di tengah-tengah masyarakat.
"Hai makhluk yang tak punya malu, mengapa kamu telanjang di hadapan manusia?" tegur sang arif.
"Mereka bukan manusia, mereka kera."
Sesungguhnya sudah sejak lama Al-Ghazali menulis dalam Ihya`, Dzahaban naas wa baqiyan nasnaas (Telah pergi manusia, yang tertinggal hanya kera)
"Jika kamu ingin melihat manusia, ikutlah aku ke pasar," lanjut sang setan.

Orang arif itu lalu pergi bersama setan ke pasar. Sesampainya di pasar, setan itu menjelma seorang laki-laki dan langsung menuju ke toko yang paling besar. Toko itu hanya menjual permata yang berkualitas tinggi dengan harga yang amat mahal.

"Coba lihat permata itu," kata setan kepada pemilik toko sambil menunjuk permata yang paling besar.
Pemilik toko mengambil permata itu lalu menyerahkannya kepada setan. Ketika permata berpindah ke tangan setan, pemilik toko mendengar muadzin menyerukan: hayya `alash sholaah (Marilah salat) Pemilik toko segera mengambil kembali permatanya.
"Kamu pasti setan. Tak ada yang datang pada waktu seperti ini kecuali setan," kata pemilik toko.
Kemudian ia mengusir si setan. Setelah setan pergi, ia lalu menghancurkan permata itu dengan batu.

"Permata ini tidak ada berkahnya," kata pemilik toko. Kemudian ia keluar untuk salat.

Allah berfirman:
"Laki-laki yang perniagaan dan jual beli tidak dapat melalaikannya dari mengingat Allah." (QS An-Nur, 24:37) 
Dalam surat Al-Muzzammil, Allah menyejajarkan para pedagang dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.
Dan orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang lain yang berperang di jalan Allah. (QS Al-Muzzammil, 73:20) 

Perdagangan untuk mencari kesejahteraan di dunia tidaklah tercela. Sebaik-baik urusan dunia adalah yang dapat menjadi tunggangan menuju akhirat. Adapun yang tercela adalah jika kita selalu tenggelam dalam urusan keduniaan, hati kita selalu terikat pada dunia sehingga kita melalaikan hak-hak dan perintah-perintah Allah. Yang terpuji adalah hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan. Hidup berlebih-lebihan membuat seseorang terlambat masuk surga.

Seorang bermimpi melihat Malik bin Dinar berlomba-lomba dengan Muhammad bin Wasi' menuju surga. Ia menyaksikan bahwa Muhammad bin Wasi` akhirnya dapat mendahului Malik bin Dinar. Orang itu kemudian bertanya mengapa demikian kejadiannya, karena menurut perkiraannya Malik bin Dinar bakal menang. Kaum salihin menjawab bahwa ketika meninggal dunia Muhammad bin Wasi' hanya meninggalkan sepotong pakaian, sedang Malik meninggalkan dua potong pakaian.

Jika seorang arif seperti Malik bin Dinar dapat tertinggal hanya karena pakaian, lalu bagaimana dengan kita. Lemari kita penuh dengan pakaian, dan kita pun masih merasa belum cukup. 

Ya Allah, jadikanlah kami puas 
dengan rezeki yang Engkau karuniakan. 
Berkahilah apa yang telah Engkau berikan. 
Dan jangan jadikan (bagi kami) dunia sebagai
puncak perhatian dan pengetahuan. (I:511)  


Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul
Asyraf, Kisah dan हिक्मः


Rabu, 18 Mei 2011

Banyaklah Berzikir

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan guna mencari hamba ahli berzikir. Jika mereka mendapati kaum yang selalu berzikir kepada Allah SWT, mereka menyerunya, `Serukanlah kebutuhan kalian.' Kemudian mereka membawanya dengan sayap-sayapnya ke atas langit bumi. Lalu mereka ditanya oleh Rabb-nya (Dia Maha Mengetahui), `Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, `Mereka menyucikan dan mengagungkan Engkau, memuji dan memuliakan Engkau.' Allah berfirman, `Apakah mereka melihat-Ku?' Para malaikat menjawab, `Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihat Aku?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihat-Mu, tentunya ibadah mereka akan bertambah, tambah menyucikan dan memuliakan Engkau.' Allah SWT berfirman, `Apa yang mereka minta?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon surga kepada-Mu.' Allah berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Tidak, demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya.' Allah SWT berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berhasrat serta tamak dalam memohon dan memintanya.' Allah SWT berfirman, `Pada apa mereka memohon perlindungan?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon perlindungan dari neraka-Mu.' Allah SWT berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berlari menjauhinya dan semakin takut.' Allah SWT berfirman, `Kalian Aku jadikan saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka.'

Salah seorang dari malaikat itu berkata, `Di dalam kelompok mereka terdapat si Fulan yang bukan bagian dari mereka. Ia datang ke sana hanya untuk suatu keperluan.' Allah SWT berfirman, `Anggota majelis itu tidak menyengsarakan orang yang duduk bergabung dalam majelis mereka.'"


Membuka Pintu Syurga

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala."

"Terima kasih," jawab Ali.
Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah.
Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar.

Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."

Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

Selasa, 17 Mei 2011

Shalat

Dalam pelaksanaan shalat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, merujuk kepada cara shalat Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam. Hal-hal tersebut antara lain :

1. Menghadap Ka’bah. Bila Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bangkit hendak shalat, maka beliau menghadap ka’bah. Beliau memerintahkannya dan bersabda kepada orang yang shalatnya tidak benar :

“Apabila kamu bangkit hendak menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat, dan bertakbirlah.” (HR Bukhari, Muslim dan AS-Siraj)

Namun dalam riwayat lain disebutkan :

“Rasulullah saw. Pernah melaksanakan shalat sunnat di dalam perjalanan di atas kendaraannya, dan beliau melaksanakan shalat witir di atasnya, ke arah mana saja kendaraan itu menghadap baik ke arah timur maupun ke arah barat. (HR Bukhari, Muslim, dan As-Siraj).

Demikian pula yang disebutkan pada Q.S. 2 : 115, dan juga beberapa hadits yang diriwayatkan mengenai shalat khauf, dan shalat para shahabiyah yang tidak mengetahui arah.

2. Berdiri. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam menunaikan shalat dengan berdiri, shalat fardhu ataupun shalat sunnat, sebagai ketaatannya kepada firman Allah (lihat Q.S. 2 : 238 - 239)

Dalam riwayat lain disebutkan :

“Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam. shalat sambil duduk ketika beliau sakit yang mendekati kematiannya. (H.R. Turmudzi dan dishahihkannya dan Ahmad)

Imran bin Husain berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam tentang shalat seorang lelaki sambil duduk. Beliau bersabda,”Barang siapa yang shalat sambil berdiri , maka hal itu adalah lebih utama. Barangsiapa yang shalat sambil duduk, maka ia mendapatkan setengah dari pahala orang yang shalat sambil berdiri.. Dan barangsiapa yang shalat sambil tidur---dalam riwayat lain disebutkan sambil berbaring---, maka ia mendapatkan setengah dari pahala orang yang shalat sambil duduk.” (Al-Bukhari, Abu Daud dan Ahmad)
Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam ditanya tentang shalat di atas kapal. Beliau bersabda : “Shalatlah di dalamnya (kapal) sambil berdiri, kecuali apabila kamu takut tenggelam.”(Al-Bazzar, Ad-Daraquthni dan Abdul Ghani al-Maqdisi dalam As-Sunan, dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi). Pernah Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam pada malam yang panjang shalat sambil berdiri, dan pada suatu malam yang panjang juga shalat sambil duduk. Dan apabila beliau membaca sambil berdiri, maka beliau ruku’ sambil berdiri, dan bila beliau membaca sambil duduk, maka beliau pun ruku’ sambil duduk (HR Muslim dan Abu Daud)

Kadangkala beliau berdiri melakukan shalat tanpa memakai terompah dan kadangkala melakukannya dengan memakai terompah.

“Janganlah engkau shalat kecuali menghadap sebuah tabir. Dan jangan engkau biarkan seseorang berlalu di hadapanmu, dan apabila ia enggan, maka bunuhlah ia, karena sesungguhnya ia mempunyai teman.” (Ibnu Khuzaimah dalam Ash-Shahih dengan sanad jayyid)

Dalam riwayat lain “ Apabila beliau shalat –di tanah lapang yang tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan tabir—maka beliau menancapkan lembing, kemudian shalat sambil menghadap kepadanya bersama manusia di belakang beliau. (HR Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah).

“Janganlah kamu shalat dengan menghadap kubur, dan janganlah kamu duduk di atasnya.” (Muslim, Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah).

3. Niat
. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Pekerjaan-pekerjaan itu tidak lain hanyalah dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

4. Takbir. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam membuka shalat dengan kata-katanya: “Allahu Akbar “ (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Riwayat lain :”Sesungguhnya tidaklah sempurna shalat salah seorang di antara manusia, sehingga ia berwudhu dan meletakkan wudhu pada tempatnya, lalu berkata,’Allahu Akbar.” (HR. Thabrani dengan isnad shahih).

5. Mengangkat kedua tangan.
Kadangkala Rasululla shalallahu’alaihi wassallam mengangkat kedua tangannya secara bersamaan dengan takbir (HR Bukhari dan Nasa’i),

dan kadangkala setelah takbir (HR Bukhari dan Abu Daud)

dan kadangkala sebelumnya (HR Bukhari dan Nasa’i).

Dan diriwayatkan bahwa : “Beliau mengangkat kedua (tangan)nya sambil meluruskan jari jemarinya—tidak meregangkan dan tidak pula menggenggamnya.” (Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah).

Dan beliau meletakkan kedua tangananya itu sejajar kedua bahunya (HR Bukhari dan Nasa’i) dan barangkali beliau mengangkatnya hingga berada setentang dengan –daun-daun kedua telinganya. (HR Bukhari dan Abu Daud)

6. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.. (HR Muslim dan Abu Daud).

Diriwayatkan pula :”Beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangannya, pergelangan tangannya dan lengan tangannya.” (Malik, Al-Bukhari dan Abu Uwanah)

7. Meletakkan kedua tangan di atas dada. Diriwayatkan bahwa “Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.”Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah dai dalam Ash-Shahih)

8. Melihat tempat sujud dan khusyu’.
“Apabila Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam shalat, maka beliau menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah.”(Al-Baihaqie dan Al-Hakim)

Riwayat lain :” Beliau melarang untuk mengarahkan pandangan ke langit (HR Bukhari dan Abu Dawud)

9. Doa Iftitah. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mrmbuka bacaan dengann doa-doa yang banyak dan bermacam-macam, yang memuji dan memuja Allah, beliau bersabda :”Tidaklah sempurna shalat seseorang di antara manusia, sehibngga ia bertakbir, memuji Allah dan memuja-Nya serta membasa apa yang mudah baginya dari ayat-ayat Al-Qur;an…” (Abu Daud dan Al-Hakim)

Kadang-kadang beliau membaca ini dan kadangkala yang itu, antara lain : Allahumma ba’id baynii wa bayna, Subhanakallohumma wa bihamdika atau wajjahtu wajhiyalilladzi atau yang lainnya. (afwan banyak banget ada 12 macem, kalo mau lihat di “Sifat Shalat Nabi “ Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq)


10. Qira’at (dinyaringkan bacaannya). Kemudian beliau memohon perlindungan kepada Allah, beliau bersabda :”A’udzubillahi minasy syaithonir rajimi min harzihi wa nafkhihi wa naftsihi “ atau kadangkala “A’udzubillahis samii ‘il ‘aliimi minasy syithoni…”. Kemudian beliau membaca Bismillahi ‘r-Rahmani ‘r-Rahim dengan tidak bersuara (Bukhari, Muslim, Abu Uwanah, Ath-Thahawi dan Ahmad)

11. Membaca ayat demi ayat. Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mem,baca al-Fatihah dan memotongnya ayat demi ayat.

Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengagungkan kedudukan surat ini, beliau bersabda :”Tidak sah shalat orang yang tidak membaca—didalamnya (shalat)—fatihata ‘l-Kitab (Al-Fatihah).

12. Meniadakan Qira’at di belakang Imam dalam shalat Jahriyyah (shalat dengan bersuara). Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan apabila membaca qira’at, maka dengarkanlah.”. (Abu DAud, Muslim, Abu Uwanah dan Ar-Rubani).

Dalam riwayat lain disebutkan :” Barangsiapa yang mempunyai iamam, maka bacaan imam adalah badcaan baginya.” (Ibnu Abi Syaibah, Daraquthni, Ibnu Majah, Tah-Thahawi dan Ahmad).

13. Ucapan “Amin” dan Imam mengeraskannya. Dikatakan bahwa :”Nabi shalallahu’alaihi wassallam apabila selesai membaca al-Fatihah, maka beliau mengucapkan “amin”. Beliau mengeraskannya dan memanjangkannya dengan suaranya.” (HR. Bukhari dan Abu Daud).

Dalam riwayat lain :”Apabila Imam mengucapkan Ghairi ‘l-maghdubi ‘alaihim wala’dh-Dhaallin, maka ucapkanlah ‘Amin’. Karena sesunguhnya para malaikat mengucapkan ‘Amin’ dan imam mengucapkan’Amin’. Dan barangsiapa yang aminnya itu sesuai dengan amin para malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Syaikhani dan An-Nasa’i).

14. Bacaan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam setelah Al-Fatihah. Kemudian Rasulullah membaca surat lainnya setelah membaca Al-Fatihah. Kadangkala beliau memperpanjang bacaan surat itu, kadang pula beliau memperpendek karena alasan halangan perjalanan, atau batuk, atau sakit, atau mendengar tangis bayi (HR Bukhari, Muslim). Kadang beliau membagi surat itu ked alam dua rakaat, kadang beliau membaca dua surat atau lebih dalam satu rakaat.

15. Bersuara dan tidak bersuara dalam shalat lima waktu dan lainnya. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam membaca keras di dalam shalat Shubuh, dan di dalam dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya. Tidak membaca dengan suara di dalam shalat Zhuhur dan Ashar dan di dalam rakaat ketiga dari shalat maghrib serta dua rakaat terakhir dari shalat Isya. Para shahabat mengetrahui bacaan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam dari gerakan janggutnya (Al-Bukhari dan Abu Daud). Dan beliau shalallahu’alaihi wassallam mengeraskan suara Qira’atnya dalam Jum’ah, dan dua shalat ‘Ied, shalat Istiqa dan shalat Kusuf.

16. Mentartilkan bacaan dan membaikkan suara. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi shalallahu’alaihi wassallam, maka beliau membaca Al-Qur’an dengan tartil bukan dengan cepat-cepat dan bukan pula dengan, tergesa-gesa bahkan dengan bacaan yang menafsirkan satu-huruf-satu huruf.

17. Membetulkan imam. Diriwayatkan bahwa :” Beliau melaksanakan suatu shalat, lalu membaca dan beliau keliru. Tatkala beliau selesai shalat, beliau bersabda kepada Ubay,”Apakah engkau shalat bersama kami ?” Ubay berkata,”Benar”. Beliau bersabda “Apa yang telah melarangmu—untuk membetulkan aku ?” (Abu Daud, Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Ibnu Asakir)

18. Ruku. Apabila Rasulullah selesai membaca Qira’at, maka beliau berhenti sejenak (Abu DAud dan Al-Hakim),

kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya dengan cara-cara seperti diterangkan dalam takbirati ‘l-Iftitah dan bertakbir lalu ruku (Al-Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud)

“Beliau menguatkan kedua tangannya kepada kedua lututnya – seakan-akan beliau memegang erat kedua lututnya itu,” (HR Al-Bukhari dan Abu Daud)

“Beliau meregangkan jari-jemarinya.” (Al-Hakim, dishahihkan Adz-Dzahabi dan Ath-Thayalisi, dikeluarkan dalam Shahih Abi Daud)

“Beliau menjauhkan danmembengkokkan kedua sikunya dari kedua samping badannya.”(HR. Turmudzi ).

“Apabila beliau ruku’, maka beliau melapangkan punggungnya dan meratakannya. Sehingga, apabila punggungnya itu disiram air, maka air itu akan tetap di atasnya. (Ath-Thabrani)

“Beliau tidak menundukkan kepalanya dan tidak pula mengangkatnya (sehingga kepalanya lebih tinggi dari punggungnya). Tetapi pertengahan antara menundukkan dan mengangkatnya.”( HR. Muslim dan Abu Uwanah).

19. Wajib Thu’maninah dalam ruku. “Seburuk-buruknya orang mencuri itu adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” Mereka Berkata,”Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalatnya ?” Rasulullah bersabda “(Yaitu) tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya.” (Ibnu Abi Syaibah, Ath-Thabrani dan Al-Hakim)

Ketika Beliau shalallahu’alaihi wassallam melihat laki-laki yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mencotok dalam sujudnya, ia bersabda bahwa jika ia mati, bukan pada millah (agama) Muhammad. (Abu Ya’la dalam Musnad dan Al-Ajiri dalam Al-Arba’in, Al-BAihaqi dan Ath-Thabrani)

20. Doa-doa Ruku. Kadang mengucapkan ini dan kadang mengucapkan yang itu. Umumnya : Subhaana rabbiyal ‘adzimi (tiga kali) (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ath-Thahawi, Al-Bazzar, dan Ath-Thabrani),

Subhana rabbiyal’adzimi wa bihamdih (tiga kali) (Abu Daud, Ad-Daruquthni, Ahmad, Ath-Thabrani),

Subbuuhun qudduusun rabbul malaa ikati warruuh. (HR. Muslim, Abu Uwanah),

Subhaanaka ‘l-Allahumma wabihamdika Allahummagfirlii. (Bacaan lainnya dapat dilihat di Sifat Shalat Nabi, Nashiruddin Al-Albani, Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq)
21. Memperpanjang Ruku’. Diriwayatkan bahwa “Rasulullah menjadikan ruku’nya dan bangkitnya dari ruku’ , sujudnya dan duduknya di antara dua sujud hampr sama lamanya.(HR Al-Bukhari dan Muslim).

22. Larangan membaca Al-Qur’an di dalam Ruku. “Beliau melarang membaca Al-Qur’an di dalam ruku dan sujud.” (Muslim dan Abu Uwanah).

23. I’tidal dari Ruku dan Bacaannya. “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengangkat punggungnya dari ruku sambil mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah’ (mudah-mudahan Allah mendengarkan orang yang mnemuji-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim)

“Sambil berdiri beliau mengucapkan,’Rabbana wa lakal hamdu’( Wahai Tuhan kami, --dan—kepunyaan-Mu-lah segala puji).”(HR.Al-Bukhari dan Ahmad)

Kadang lafazh di atas beliau tambahkan “Allahumma (Ya Allah)” dan kadang di tambahkan,” Mil assamaa waa ti wa mil al ardhi wa mil a maa syi’ tamin syai in ba’du. (HR. Muslim dan Abu Uwanah).
(Lengkapnya silahkan lihat Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq, Sifat Shalat Nabi Nashiruddin Al-Albani).

24. Memperpanjang I’tidal dan kewajiban Thuma’ninah di dalamnya. “Kadangkala beliau berdiri hingga seseorang mengatakan, “Beliau telah lupa”, karena lamanya beliau berdiri.”(HR Al- Bukhari, Muslim, dan Ahmad )

Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Allah Yang Maha perkasa lagi maha Agung tidak akan memperhatikan shalat seorang hamba yang tidak menegakkan punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (Ahmad dan Ath-Thabrani)

25. Sujud. Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengucapkan takbir, lalu turun untuk sujud. (HR Bukhari dan Muslim)
“Kadangkala beliau mengangkat kedua tangannya apabila beliau hendak sujud.” (An-Nasa’i, Ad-Daruquthni, dan Al-Mukhlis sanad shahih)
26. Sujud dengan bertelekan kepada kedua tangan. Diriwayatkan bahwa :”Deliau meletakkan tangannya di atas tanah sebelum kedua lututnya.” (Ibnu Khuzaimah, Ad-Daruquthni, Al-Hakim)

“Apabila salah seorang diantara kamu sujud, maka janganlah ia berlutut seperti berlututnya unta, dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (Abu Daud dan Ahmad dengan sanad shahih)

“Beliau bertelekan kepada kedua telapak tangannya – sambil melebarkannya (Abu Daud dan Al Hakim)

Beliau merapatkan jari-jari kedua telapak tangannya (Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, Al-Hakim) dan mengarahkannya ke arah kiblat (Al-Baihaqi)
“Beliau meletakkan (kedua telapak tangnnya) setentang dengan kedua bahunya”.(Abu Daud dan Tirmidzi)

Dan kadangkala “Beliau meletakkannya setentang dengan kedua telinganya (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
“Beliau menetapkan hidung dan keningnya kepada tanah.”(Abu Daud dan At-Tirmidzi)

“Apabila seorang hamba bersujud, maka bersujudlah tujuh anggota tubuh bersamanya : wajahnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya dan kedua telapak kakinya.”. (HR Muslim, Abu ‘Uwanah dan Ibnu Hibban).

“Beliau mengangkat keduanya dari lantai dan menjauhkannya dari kedua sisi tubuhnya, sehingga putih ketiaknya terlihat dari belakangnya. (HR Bukhari dan Muslim)

27. Kewajiban Thumaninah dalam sujud. Rasululah shalallahu’alaihi wassallam memerintahkan untuk menyempurnakan ruku’ dan sujud. Orang yang tidak melakukannya diibaratkan orang yang makan satu atau dua buah kurma yang tidak memberikan manfaat apa-apa baginya.
28. Doa-do’a dalam sujud. Kadangkala beliau mengucapkan ini , kadangkala beliau mengucakan itu. Subhana Rabbiyal a’laa (Maha Suci Tuhanku yang Maha Luhur, tiga kali, kadang beliau mengulangnya lebih dari itu). Kadang beliau mengucapkan Subhana Rabbiyal a’la wabihamdih. Kadang beliau mengucapkan :”Subbuuhun Qudduusun Rabbul malaa ikati Warruuhi (Maha Suci dan pemberi berkah Tuhan Malaikat dan Ruh”) (HR. Muslim dan Abu “Uwanah).

Kadang beliau membaca :”Subhanaka Allahumma Rabbana Wabihamdika Allahummag firlii.(Maha suci Engkau Ya Allah Ya Tuhan kami, dan dengan memuji Engaku ya Allah ampunilah aku.” (Lengkapnya baca Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq, Sifat Shalat Nabi Nashiruddin Al-Albani)

29. Larangan membaca Al-Qur’an dalam sujud. Rasulullah melarang membaca al-Qur’an dalam sujud, beliau memerintahkan untuk memperbanyak do’a dalam sujud. Rasulullah bersabda,”Hamba yang paling dekat kepada Tuhannya adalah hamba yang bersujud. Oleh karena itu perbanyaklah doa di dalam sujud.” (HR Muslim, Abu ‘Uwanah, dan Al-Baihaqi).
30. Bangkit dari sujud. “Tidaklah sempurna shalat salah seorang manusia, sehingga ia bersujud sampai tulang-tulang persendiannya merasa tenang, lalu mengucapkan ‘Allahu Akbar’ dan mengangkat kepalanya hingga ia duduk lurus.”(HR.Abu Daud dan Al-Hakim).

“Beliau membentangkan kaki kirinya (duduk iftirasy), lalu duduk di atasnya dengan tenang.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Abu Uwanah)

“Beliau mendirikan kaki kanannya.” (Al-Bukhari dan Al-Baihaqi)

“Rasulullah kadangkala duduk tegak di atas kedua tumit dan dada kedua kakinya.” (Muslim, Abu Uwanah dan Abu ‘sy-Syaikh) .

31. Kewajiban berthumaninah di antara dua sujud. Diriwayatkan bahwa “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam berthumaninah sehingga setiap tulang kembali kepada tempatnya.” (HR Abu Daud dan Al-Baihaqi). “Beliau memanjangkannya sehingga hampir mendekati lama sujudnya.” (Al-Bukhari dan Muslim)

32. Dzikir-dzikir di antara dua sujud. Dalam duduk ini Rasulullah mengucapkan :”Allahummag firlii (dalam riwayat lain Rabbig firlii), warhamnii, wajburnii, warfa’nii, wahdinii, wa’afinii, warzuqnii./ Ya Allah (Ya Tuhanku), ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan berilah rizqi kepadaku.)

Kadangkala beliau shalallahu’alaihi wassallam mengucapkan : “Rabbigfirlii, Rabbigfirlii (Ya Tuhanku ampunilah aku, Ya Tuhanku, Ampunilah aku. Setelah itu diriwayatkan bahwa :”Beliau mengucapkan takbir, lalu sujud untuk sujud yang kedua.” (Al-Bukhari dan Muslim)

“Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ini.” ( HR Abu Daud dan Abu Uwanah dengan sanad shahih à menurut Malik dan Asy-Syafii’)
33. Duduk Istirahat. Kemudian : “Beliau duduk lurus –di atas kakinya yang kiri sambil beri’tidal , sehingga setiap tulang kembali kepada tempatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).

34. Bertelekan kepada kedua Tangan pada waktu bangkit untuk rakaat berikutnya. “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bangkit kepada raka’at kedua sambil bertelekan kepada tanah. “ (HR Al-Bukhari dan Asy-Syafi’i).

35. Tasyahud pertama. Setelah selesai raka’at kedua, beliau duduk untuk tasyahud. Bila shalat itu dua rakaat seperti shalat shubuh, maka beliau duduk iftirasy (membentang) sebagaimana beliau duduk di antara dua sujud (An-Nasa’i dengan sanad shahih)

Demikian pula beliau duduk dalam tasyahud awal di dalam shalat yang tiga rakaat atau empat rakaat (Al-Bukhari dan Abu Daud).

“Apabila kamu duduk di tengah-tengah shalat, maka berthumaninnah lah dan bentangkan paha kirimu, lalu bertasyahud lah.” (Abu Daud dan Al-Baihaqi).

“Apabila beliau dudk di dalam tasyahud maka beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas pahanya (riwayat lain :lututnya) yang sebelah kanan dan meletakkan telapak tangan kirinya di atas pahanya (riwayat lain : lututnya) yang sebelah kiri.(HR. Muslim dan Abu Uwanah).

“Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam melebarkan telapak tangannya yang sebelah kiri di atas lututnya yang sebelah kiri dan menggemgamkan jari-jemari telapak tangannya yang sebelah kanan semuanya lalu menunjuk kea rah kiblat dengan dengan jarinya yang berada setelah ibu jari (telunjuk) sambil mengarahkan pandangannya kepadanya. (Muslim, Abu Uwanah dan Ibnu Khuzaimah)

“Apabila beliau menunjuk dengan jarinya (telunjuknya), maka beliau meletakkan ibu jarinya di atas jari tengahnya. “(HR Muslim dan Abu Uwanah)

“Beliau menggerak-gerakkan jarinya (telunjuknya) sambil berdoa dengannya.”Abu DAud, An-Nasai dan Ibnu’l-Jarud)
36. Macam bacaan tasyahud. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam mengajarkan beberapa bacaan tasyahud kepada para shahabat.

Tasyahud Ibnu Mas’ud : "Attahiyatu lillah Wassholawaatu WaththayyibatuAssalamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu’alainaa wa’ala ‘ibaadillahishshaa lihiin. Asy hadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuluh.(“segala ucapan selamat, kebahagiaan dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan berkatnya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula dan kepada sekalian hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)

Tasyahud Ibnu Abbas : “Attahiyyatu’l-mubaarakaatu ‘sh-shalawaatu ‘th-thayyibaatu lillah. Assalamu’alayka ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibaadillahi ‘sh-shalihiin. Asy hadu alla ilaaha illallah Wa Asy hadu anna muhammad ‘r-Rasulullah”(HR Muslim, Abu Uwanah, Asy Syafi’idan An-Nasa’i)

Tasyahud Ibnu Umar (tidak jauh berbeda dengan Tasyahud Ibnu Mas’ud)

Tasyahud Abi Musa Al-Asy’ari

Tasyahud Umar bin Khattab

37. Shalawat atas Nabi, letak dan macam bacaannya. Rasulullah mengucapkan shalawat atas dirinya sendiri di dalam tasyahud pertama dan lainnya. (An-Nasa’i dan Abu Uwanah)

Allahumma shalli’ala muhammad wa ‘ala alii baitihii. Wa ‘alaa azwaajihii Wadzurriyya tihii kamaa shallayta ‘ala aali ibraahiim. Innaka hamiidum majiid wa baarik ‘ala muhammad.Wa ‘alaa aali baytihii Wa ‘alaa azwaa jihii wa dzurriyyatihii kamaa barakta ‘alaa aali ibraahiim. Innaka hamiidummajiid. (“Ya Allah berilah kebahagiaan kepada Nabi Muhammad, kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkah kepada Muhammad, Ahli Baitnya, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”), dan beberapa shalawat lainnya.

38. Bangkit kepada raka’at ketiga lalu keempat.
39. Tasyahud Akhir. “Di dalam tasyahud akhir ini beliau duduk dengan tawarruk.” (HR. Bukhari).Yaitu :”Beliau melapangkan pangkal pahanya yang sebelah kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kakinya ke satu arah. (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih).
40. Kewajiban Memohon Perliindungan dari Empat Perkara Sebelum Berdoa. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kamu selesai dari tasyahud –akhir-, maka hendakalah ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yaitu : Allahumma inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam wamin ‘adzaabil qabri wamin fitnati ‘l-hayaa wal mamaa ti wamin syarri fitnati ‘l-masiihid dajjal (“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksaan jahannam, dari siksaan kubur, dan dari cobaan hidup serta cobaan mati, dan dari kejahatan—cobaan—Al-Masih yang menjadi Dajjal) (HR Muslim, An-Nasa’i, Abu ‘Uwanah, dan Ibnu’l-Jarud)

41. Doa Sebelum salam dan macam-macamnya.

42. Salam. Rasulullah mengucapkan salam ke sebelah kanan, kadang lengkap Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kadang hanya sampai warahmatullah, dan kemudian ke sebelah kiri kadangkala beliau memperpendek ucapannya Assalamu’alaikum. (HR Abu Daud, An-Nasa’i dan Tirmidzi) (Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Adl-Dliya, Ahmad dan Ath-Thabrani).

__________________________________
Referensi ’:
- Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq
- Hasan, A., Pengajaran Shalat
- Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nab

Fiqih Wanita : Mahram : apa dan siapa sajakah?


I. Mahram
 
Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi. Sebenarnya antara keharaman menikahi seorang wanita dengan kaitannya bolehnya terlihat sebagian aurat ada hubungan langsung dan tidak langsung.
Hubungan langsung adalah bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau keluarga. Hubungan tidak langsung adalah karena faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang wanita yang sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang wanita yang masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yang agamanya adalah agama penyembah berhala seperi majusi, Hindu, Buhda,
Hubungan mahram ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat permanen, antara lain :
  1. Kebolehan berkhalwat (berduaan)
  2. Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
  3. Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.
II. Ayat-ayat Tentang Kemahraman Di Dalam Al-Quran  

Fiqih Wanita : Hukum Pacaran

Istilah pacaran itu sebenarnya bukan bahasa hukum, karena pengertian dan batasannya tidak sama buat setiap orang. Dan sangat mungkin berbeda dalam setiap budaya. Karena itu kami tidak akan menggunakan istilah `pacaran` dalam masalah ini, agar tidak salah konotasi.


I. Tujuan Pacaran
Ada beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari teman bicara, atau lebih jauh untuk tempat mencurahkan isi hati. Dan bahkan ada juga yang memang menjadikan masa pacaran sebagai masa perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan.
Namun tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan. Banyak diantara pemuda dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa ketertarikan semata, sebab dari sisi kedewasaan, usia, kemampuan finansial dan persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka sangat belum siap.
Secara lebih khusus, ada yang menganggap bahwa masa pacaran itu sebagai masa penjajakan, media perkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua itu dilakukan karena nantinya mereka akan membentuk rumah tangga. Dengan tujuan itu, sebagian norma di tengah masyarakat membolehkan pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu melakukan aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena yang wajar dan dianggap sebagai bagian dari aktifitas yang normal.

II. Apa Yang Dilakukan Saat Pacaran ?
Lepas dari tujuan, secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal yang diluar dugaan. Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktifitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai kepada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan dan berduaan, tetapi data menunjukkan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh dan bersetubuh secara langsung sudah merupakan hal yang biasa terjadi.
Sehingga kita juga sering mendengar istilah “chek-in”, yang awalnya adalah istilah dalam dunia perhotelan untuk menginap. Namun tidak sedikit hotel yang pada hari ini berali berfungsi sebagai tempat untuk berzina pasangan pelajar dan mahasiswa, juga pasanga-pasangan tidak syah lainnya. Bahkan hal ini sudah menjadi bagian dari lahan pemasukan tersendiri buat beberapa hotel dengan memberi kesempatan chek-in secara short time, yaitu kamar yang disewakan secara jam-jaman untuk ruangan berzina bagi para pasangan di luar nikah.
Pihak pengelola hotel sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yang melakukan chek-in itu suami istri atau bulan, sebab hal itu dianggap sebagai hak asasi setiap orang.
Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan hubungan seksual di luar nikah juga sering dilakukan di dalam rumah sendiri, yaitu memanfaatkan kesibukan kedua orang tua. Maka para pelajar dan mahasiswa bisa lebih bebas melakukan hubungan seksual di luar nikah di dalam rumah mereka sendiri tanpa kecurigaan, pengawasan dan perhatian dari anggota keluarga lainnya.
Data menunjukkan bahwa seks di luar nikah itu sudah dilakukan bukan hanya oleh pasangan mahasiswa dan orang dewasa, namun anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) dan menengah pertama (SLTP) juga terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif (serba boleh) telah menjadikan hubungan pacaran sebagai legalisasi kesempatan berzina. Dan terbukti dengan maraknya kasus `hamil di luar nikah` dan aborsi ilegal.
Fakta dan data lebih jujur berbicara kepada kita ketimbang apologi. Maka jelaslah bahwa praktek pacaran pelajar dan mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yang oleh sistem hukum di negeri ini sama sekali tidak dilarang. Sebab buat sistem hukum sekuluer warisan penjajah, zina adalah hak asasi yang harus dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, tidak bisa dituntut secara hukum. Bahkan bila seks bebas itu menghasilkan hukuman dari Allah berupa AIDS, para pelakunya justru akan diberi simpati.

III. Pacaran Dalam Pandangan Islam

a. Islam Mengakui Rasa Cinta
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
`Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .`(QS. Ali Imran :14).
Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.
Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku`.

b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.
Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.
Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `laki-laki sejati`. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi “the real man”.
Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.
Sedangkan pemandangan yang kita lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.
Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih parah.

c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemu langsung.
Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.

d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,`Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)
Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.
Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.
Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya bisa dikatakan sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.




PENGERTIAN FIQIH

Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa :78)
dan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya” (Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)

Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:
1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri
Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

HUBUNGAN ANTARA FIQIH DAN AQIDAH ISLAM
Diantara keistimewaan fiqih Islam –yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf – memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.
Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.
Contohnya:
a. Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS.Al maidah:6)
b. Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan terhadap hari akhir, sebagaimana firman-Nya :
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.” (QS. An naml:3)
Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh lainnya, yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat fiqhul manhaj hal.9-12)

FIQIH ISLAM MENCAKUP SELURUH KEBUTUHAN MANUSIA

Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.

Penjelasannya sebagai berikut:

Kalau kita memperhatikan kitab-kitab fiqih yang mengandung hukum-hukum syari’at yang bersumber dari Kitab Allah, Sunnah Rasulnya, serta Ijma (kesepakatan) dan Ijtihad para ulama kaum muslimin, niscaya kita dapati kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang kesemuanya membentuk satu undang-undang umum bagi kehidupan manusia baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. Yang perinciannya sebagai berikut:
1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah.
2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya. Dan ini disebut dengan fikih Al ahwal As sakhsiyah.
3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut fiqih mu’amalah.
4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan fiqih siasah syar’iah.
5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai fiqih Al ‘ukubat.
6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan fiqih as Siyar.
7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak

Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat.

SUMBER-SUMBER FIQIH ISLAM
Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:

AL QUR’AN

Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya. Sebagai contoh :
a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk kepada Al Qur’an niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman Allah swt: (QS. Al maidah : 90)
b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah : 275). Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.

AS SUNNAH

As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Contoh perkataan/sabda Nabi :
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran”( Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Contoh perbuatan:
apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah menjawab:
“Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”
Contoh persetujuan :
apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya:
“Shalat subuh itu dua rakaat” orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi saw terdiam”
Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat sunat qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi e dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh karena itu Nabi bersabda:
“shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (Bukhari no.595)
Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti pengharaman memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.

IJMA’

Ijma’ bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad saw dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib.
Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).
Dari Abu Bashrah ra, bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan” (Tirmidzi no.2093, Ahmad 6/396)
Contohnya:
Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.
Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.

QIYAS

Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan didalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nas yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya.
Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.
Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’.

Rukun Qiyas
Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil), 2. Masalah yang akan diqiyaskan, 3. Hukum yang terdapat pada dalil, 4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.
Contoh:
Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.
Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan syari’at dalam perkara-perkara fiqih Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam ( fiqhul manhaj, ‘ala manhaj imam syafi’i)

Wallahu A’lam .

Diambil dari Majalah Fatawa


Senin, 16 Mei 2011

Bab Thaharah (Adab di Kamar Mandi)

Inilah yang sering kita lupakan atau tidak begitu diperhatikan. Padahal di sinilah (kamar mandi) kualitas akhlak seorang muslim bisa terlihat.

Gimana tidak? Ditempat yang tidak diketahui orang selain dirinya sendiri, dia tetap menjaga adab (sopan santun) sesuai yang diperintahkan Allah.

Adapun beberapa adabnya sebagai berikut :1. Membaca Do’a ketika akan masuk Kamar Mandi

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

( Allaahumma innii a’uudubika minal khubutsi wal khabaaits )‘’ Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaithan laki-laki maupun perempuan’’

2. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar mandi,

3. Hendaknya tidak berbicara / berkata-kata apalagi sampai nyanyi2 di kamar mandi.

4. Jangan menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air kecil maupun besar.

5. Berdo’a (dalam hati) sehabis buang air

اَلْحَمْدُلله الَّذِي عَنّيِ الاَْذٰى وَعاَفاَنىِ

( Alhamdulillahilladzii annil'ladzaa wa aafaanii )‘’ Segala Puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku penyakit dan menyehatkanku.’’

6. Berwudhulah dengan mendahulukan anggota tubuh bagian kanan

7. Membaca do’a setelah wudhuDari Umar, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :”Tidaklah seseorang dari kamu berwudhu, lalu ia sempurnakan wudhunya, lalu ia berkata : ‘Asy-hadu anlaailaaha illAllahu wahdaHu laa syariikalaH, wa asy-hadu anna Muhammadan ‘abduHu warasuuluH’, melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan dan ia bisa masuk darimana saja ia kehendaki”(HR.Muslim dan Tirmidzi)

8. Membaca do’a ketika akan keluar kamar mandi dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar kamar mandi.Dari ‘A-isyah, ia berkata :”Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila keluar dari tempat buang air besar, ia berkata ‘GhufraanaKa’ “ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibn Majah)


Selasa, 03 Mei 2011

Do'a-Do'a yang Terdapat Dalam Al Qur'an


Do’a dalam Islam adalah salah satu pintu munajat, dan cara untuk menghadapkan diri kepada Allah ta’ala, Rabb Yang Mahaluas pemberian-Nya. Do’a juga merupakan kunci pembuka bagi kita untuk sampai kepada sifat raja’ (berharap hanya kepada Allah ta’ala) kepada Allah jalla wa ‘ala, semulia-mulianya Rabb yang diminta dan diharapkan, telah menganjurkan kepada kita untuk berdo’a kepada-Nya. Sungguh DIA-lah Rabb Yang Mahaberkah dan Mahatinggi.
Dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Berdoalah kepada Rabb-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-A’raaf {7}: 55),
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. al-Israa’ {17}: 110),
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. al-Mu’min {40}: 60).
Wahai saudara-saudariku tersayang rahiimakumullaah…
Kita semua meyakini bahwa sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah ta’ala. Kita juga meyakini bahwa jalan-Nya adalah sebenar-benarnya jalan, dan satu-satunya jalan yang layak untuk diikuti serta dilewati.
Oleh karena itu terlintas dalam pikiranku untuk meneliti do’a-do’a yang terdapat dalam al-Qur’an, kemudian menjadikannya dalam satu rangkaian. Sungguh Jean yaqin seyakin-yakinnya bahwa do’a-do’a yang terdapat dalam al-Qur’an itu adalah sebaik-baik do’a, karena itulah do’a-do’a yang diajarkan langsung oleh Allah ta’ala kepada semua hamba-Nya.
Semoga ringkasan tentang do’a-doa tersebut berikut ini, hendaknya dapat engkau simpan, pelajari, dan amalkanlah dengan penuh kesadaran. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan hidayah-Nya dan menunjukkan kita kepada jalan yang lurus. Allahumma aamiin…

01. Surah al-Fatihah : “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. al-Fatihah {1}: 1-7).

02. Surah al-Baqarah 32 : “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah {2}: 32).

03. Surah al-Baqarah 126-128 : “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah {2}: 126-128).

04. Surah al-Baqarah 136 : “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah {2}: 136).

05. Surah al-Baqarah 201 : “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah {2}: 201).

06. Surah al-Baqarah 250 : “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah {2}: 250).

07. Surah al-Baqarah 285-286 : “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. al-Baqarah {2}: 285-286).

08. Surah Ali Imran 8-9 : “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia). Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya.” Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran {3}: 8-9).

09. Surah Ali Imran 16 : “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran {3}: 16).

10. Surah Ali Imran 38 : “Ya Rabb-ku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran {3}: 38).

11. Surah Ali Imran 53 : “Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (QS. Ali Imran {3}: 53).

12. Surah Ali Imran 147 : “Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Ali Imran {3}: 147).

13. Surah Ali Imran 173 : “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran {3}: 173).

14. Surah Ali Imran 191-194 : “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.

Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Rabb-mu”, maka kamipun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. (QS. Ali Imran {3}: 191-194).

15. Surah an-Nisa’ 75 : “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.” (QS. an-Nisa’ {4}: 75).

16. Surah al-Maa’idah 83 : “Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).” (QS. al-Maa’idah {5}: 83).

17. Surah al-A’raaf 23 : “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raaf {7}: 23).

18. Surah al-A’raaf 47 : “Ya Rabb kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-A’raaf {7}: 47).

19. Surah al-A’raaf 89 : “Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. al-A’raaf {7}: 89).

20. Surah al-A’raaf 126 : “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. al-A’raaf {7}: 126).

21. Surah al-A’raaf 155-156 : “Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” (QS. al-A’raaf {7}: 155-156).

22. Surah Yunus 85-86 : “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Rabb kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir.” (QS. Yunus {10}: 85-86).

23. Surah Huud 47 : “Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud {11}: 47).

24. Surah Yusuf 101 : “Ya Rabb-ku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Rabb) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf {12}: 101).

25. Surah Ibrahim 40-41 : “Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Rabb kami, perkenankanlah doaku. Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim {14}: 40-41).

26. Surah al-Israa’ 24 : “Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Israa’ {17}: 24).

27. Surah al-Israa’ 80 : “Ya Rabb-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Israa’ {17}: 80).

28. Surah al-Kahfi 10 : “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi {18}: 10).

29. Surah Thaahaa 25-28 : “Ya Rabb-ku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaahaa {20}: 25-28).

30. Surah Thaahaa 114 : “Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaahaa {20}: 114).

31. Surah al-Anbiyaa’ 89 : “Ya Rabb-ku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.” (QS. al-Anbiyaa’ {21}: 89).

32. Surah al-Mu’minun 29 : “Ya Rabb-ku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.” (QS. al-Mu’minun {23}: 29).

33. Surah al-Mu’minun 93-94 : “Ya Rabbku, jika Engkau sungguh-sungguh hendak memperlihatkan kepadaku azab yang diancamkan kepada mereka, ya Rabb-ku, maka janganlah Engkau jadikan aku berada di antara orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mu’minun {23}: 93-94).

34. Surah al-Mu’minun 97-98 : “Ya Rabb-ku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (QS. al-Mu’minun {23}: 97-98).

35. Surah al-Mu’minun 109 : “Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.” (QS. al-Mu’minun {23}: 109).

36. Surah al-Furqaan 65-66 : “Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. al-Furqaan {25}: 65-66).

37. Surah al-Furqaan 74 : “Dan orang orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqaan {25}: 74).

38. Surah asy-Syu’araa’ 78-85 : “(yaitu Rabb) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Rabb-ku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. Ya Rabb-ku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan.” (QS. asy-Syu’araa’ {26}: 78-85).

39. Surah asy-Syu’araa’ 87-89 : “Janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. asy-Syu’araa’ {26}: 87-89).

40. Surah an-Naml 19 : “Ya Rabb-ku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. an-Naml {27}: 19).

41. Surah al-Qashash 16 : “Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.” (QS. al-Qashash {28}: 16).

42. Surah al-Qashash 17 : “Ya Rabb-ku, demi nikmat yang telah Engkau anugerah-kan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang- orang yang berdosa.” (QS. al-Qashash {28}: 17).

43. Surah al-Qashash 21 : “Ya Rabb-ku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-Qashash {28}: 21).

44. Surah al-Qashash 22 : “Mudah-mudahan Rabb-ku memimpinku ke jalan yang benar.” (QS. al-Qashash {28}: 22).

45. Surah al-Qashash 24 : “Ya Rabb-ku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. al-Qashash {28}: 24).

46. Surah ash-Shaaffaat 100 : “Ya Rabb-ku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. ash-Shaaffaat {37}: 100).

47. Surah al-Mu’min 7-9 : “Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, ya Rabb kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. al-Mu’min {40}: 7-9).

48. Surah al-Ahqaaf 15 : “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. al-Ahqaaf {46}: 15).

49. Surah al-Hasyr 10 : “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr {59}: 10).

50. Surah al-Mumtahanah 4-5 : “Ya Rabb kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Mumtahanah {60}: 4-5).

51. Surah at-Tahrim 8 : “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. at-Tahrim {66}: 8).

52. Surah Nuh 26-28 : “Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir. Ya Rabb-ku Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (QS. Nuh {71}: 26-28).

53. Surah al-Falaq 1-5 : “Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS. al-Falaq {113}: 1-5).

54. Surah an-Nas 1-6 : “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. an-Nas {114}: 1-6).
Wahai saudara-saudariku rahimakumullaah yang mencintai DO’A dan mengamalkannya dengan gembira, demikianlah ringkasan yang terangkum dalam 54 Bagian do’a-do’a yang terdapat di dalam kitab kita tercinta, al-Qur’an al-Qariim. Hendaknya hafalkanlah, dan jadikan mereka (juga) sebagai bacaan-bacaan dalam sholat kita.
Subhanallah, sungguh Allah tabaraka wa ta’ala yang Mahamengetahui.

Barakallahu fiikum,

Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.











From :  Mujahidah Jeanny Dive Muslimah Facebok